Pengertian dan Tugas Guru
Kata guru – menurut orang Jawa—merupakan singkatan dari "digugu lan ditiru". Artinya "guru adalah orang yang harus selalu dapat diikuti dalam ucapan dan perilakunya" Muchtar Buchori (1994:37). Jadi apabila ada seseorang telah ber-titel guru maka hendaknya ia mampu menempatkan dirinya sebagai orang yang dapat dicontoh, ditaati, dan diikuti orang lain terutama oleh anak didiknya. Hal ini jika kita lihat dari segi susunan bahasa yang berlaku di daerah Jawa. Sedang secara esensi, kata guru mengandung pengertian sebagai orang yang mentransformasikan tata nilai dan perubahan perkembangan ke arah pendewasaan anak didik.
Dengan demikian guru bertanggungjawab penuh atas perkembangan anak didik yang diajarnya. Hal ini mencakup: perkembangan pendewasaan, ketrampilan, kecerdasan, akhlak mulia, kekuatan spiritual, dan penggalian segala potensi yang terdapat dalam pribadi anak didik, sebagaimana yang menjadi tujuan pendidikan yang telah diatur dalam UU No.3 tahun 2003.
Jadi tugas guru sebenarnya tidak sekedar mengajar, akan tetapi juga mendidik anak didiknya. Kemudian apa yang menjadi perbedaan antara mengajar dan mendidik? Mengajar adalah sebuah proses pentransformasian nilai dari guru kepada anak didik yang dilakukannya di dalam kelas. Sedangkan mendidik adalah penggalian segala potensi yang terdapat dalam diri siswa (Buchori, 1994:30). Mendidik membutuhkan pendekatan dan pemahaman yang sangat jeli terhadap anak didik sehingga ia lebih sulit daripada mengajar.
Citra Guru Masa Dahulu
Salah satu hal yang menarik pada jaran Islam adalah penghargaan Islam terhadap guru (ustadz dalam bahasa Arab) yang sangat tinggi. Karena guru selalu terkait dengan ilmu pengetahuan sedangkan Allah SWT mengangkat derajat orang-orang yang berilmu pengetahuan. Bahkan Islam mengajarkan agar senantiasa mendahulukan guru daripada orang tua. Hal ini karena orang tua membuat kita bertahan hidup sedangkan guru membuat kita mengerti apa makna hidup dan bagaimana menjalani kehidupan.
Pada zaman dulu hubungan yang terjalin antara guru-murid tidak mengenal istilah untung-rugi, apalagi untung-rugi tersebut diwujudkan dalam artian ekonomi. Guru hanya menginginkan agar anak didiknya berhasil sesuai dengan harapannya, dapat berguna bagi nusa, bangsa, agama, dan orang tua. Guru tidak mengharapkan imbalan atas keberhasilan yang telah dicapai oleh anak didiknya. Keberhasilan anak didik merupakan tujuan utama guru, bukan gaji atau upah tinggi atas pekerjaannya. Bahkan perbah ada seorang ulama yang mengatakan bahwa mengambil upah atau gaji dari hasil mengajar itu haram (Ahmad Tafsir, 2000:77)
Citra Guru Masa Kini dan Tantangan Pendidikan Nasional
Apa yang telah dipaparkan di atas adalah kondisi ideal bagaimana seharusnya citra guru. Akan tetapi akhir-akhir ini sering kita mendengar adanya tindakan-tindakan yang kurang pantas dilakukan oleh seorang guru terhadap anak didiknya. Di Grogol Sukoharjo misalnya, seorang siswi SMPN 2 pingsan lantaran ditampar oleh sang guru. Seorang siswa SMP tewas ditikam oleh gurunya di daerah Joglosemar, dan seorang siswa SMPN 1 Bojong Lompang, Jampang Tengah, Kab. Sukabumi tewas dengan tujuh tusukan dengan pelaku yang tak lain adalah gurunya sendiri. Ini hanya sekelumit dari kondisi pendidikan di beberapa wilayah di tanah air. Ironisnya, tindak kekerasan itu justru dilakukan oleh oknum guru yang seharusnya mengajar bukan menghajar. Lalu apa sebenarnya yang melatarbelakangi semua tindak kekerasan tersebut? Seperti yang penulis kutip dari Kompas (15/12/06) dalam "kemerosotan citra guru Indonesia" terdapat orang tua yang mengeluhkan bahwa tindak penyimpangan itu yang lebih mengarah pada kemerosotan citra guru Indonesia. Inilah beberapa kondisi yang melingkari kehidupan guru dalam dunia pendidikan dewasa ini. Ahmad Tafsir (2006:77) mengutarakan ada tiga poin mengenai perubahan guru pada masa dewasa ini:
Hal ini disebabkan beberapa permasalahan yang dialami oleh guru di antaranya: 1) Tuntutan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang semakin beragam sedangkan gaji yang diterima kurang mencukupi; 2) Perilaku sosial, terutama ulah siswa yang sulit untuk dinasehati karena pengaruh lingkungan; dan 3) Upaya guru dalam mengejar target kurikulum yang mungkin menjadi beban mental beberapa guru. Naiknay tingkat standart kelulusan bisa menyebabkan guru menjadi frustasi, dan emosi tidak stabil. Guru dituntut untuk selalu kreatif, inovatif, profesional, dan sebagainya. Semakin tinggi tingkat kreatifitas, inovasi, dan profesionalisme guru dalam mengolah materi yang diajarkan, maka semakin tinggi pula tingkat perkembangan kedewasaan, kecerdasan, dan kreatifitas anak didik, begitupun sebaliknya.
Jika permasalahan-permasalahan di atas sudah dapat diatasi, dan guru pun sudah berjalan sesuai koridor yang semestinya maka upaya peningkatan mutu pendidikan nasional akan lebih maju.
Senin, Mei 10, 2010
Citra Guru dan Tantangan Pendidikan Nasional
Label:
Agenda Sekolah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Semoga guru tetap memiliki citra yang positif dan menjadi teladan bagi murid-muridnya serta dimuliakan masyarakat di sekitarnya.
Salam ukhuwah
Guru Memang Pahlawan, Tanpa jasa Beliau mungkin kita tidak bisa seperti sekarang ini...
Pasang Linkku yah... dan jangan lupa komen balik... Terima kasih...!
http://jackobogor.blogspot.com
Posting Komentar
TAFADZOL-TAFADZOL!!!